Minggu, 12 April 2015

C. ISRAR: "KESENIAN ISLAM DI SPANYOL"

Image: "Alcasar" (Foto: SP)
Alcasar ( istana ) di Sevilla
 




 GURU SMAN 42 MENULIS - Sabtu, 11 April 2015 - Di dalam negara Islam, setiap warga negara mendapat kemerdekaan menganut agama dan kepercayaannya. Mereka mendapat perlindungan dari pemerintah dalam melakukan ‘ibadah dan segala macam upacara keagamaan. Begitu pula hak-hak mereka dijamin oleh pemerintah. Hal ini didasarkan kepada firman Tuhan :
“Tidak ada paksaan dalam agama, sebenarnya sudah nyata petunjuk dari “kesesatan.”(Al-Baqarah ayat 256 ). Oleh sebab itu sejarah perkembangan agama Islam tidak dimulai dengan pedang terhunus. Kemajuan pesat yang sudah dicapainya tidaklah dipaksakan dengan kekerasan senjata. Melainkan tersebar dengan perantaraan da’wah . da’wah atau seruan Islam ini adakalanya dengan jalan mengirim utusan kepada raja-raja yang belum beragama Islam untuk memperkenalkan agama itu, serta diiringi dengan seruan supaya raja-raja tersebut bersedia memeluk agama Islam.
Ketika Nabi Muhammad s.a.w. masih hidup, beliau pernah mengirim utusan kepada raja-raja  di sekitar jazirah Arab, di antaranya ialahkepada Heraclus Kaisar Rumawi Timur. Tetapi jika kehormatan agama Islam  itu dilanggar dengan memberikan penghinaan atau utusan Islam yang dikirim itu dibuat cacad dan dinodai atau da’wah itu disambut dengan sifat permusuhan, maka barulah diadakan tindakan pembalasan. Sesungguhnya setiap kaum Muslimin pada masa itu, telah menyediakan nyawanya sekalipun untuk menggalang kehormatan agama mereka. Keberanian tentara Islam lahir karena keyakinan bahwa, membela
agama Tuhan itu adalah kewajiban mereka sendiri dan jika mereka gugur dalam perjuangan di jalan Tuhan itu, maka kematian mereka adalah kematian satria di medan perang yang dinamkan mati syahid, ialah kematian yang amat mulia di sisi Tuhan.
Sesudah seluruh tanah Spanyol jatuh ke bawah kekuasaan Islam, maka amat banyak penduduknya memeluk agama Islam. Di samping itu mereka yang tetap dalam agama Nasrani, kepercayaan serta hak milik mereka tetap dihormati dan dilindungi oleh pemerintah Islam. Mereka bebas melakukan ‘ibadah dan upacara keagaan mereka seperti biasa, bahkan pemerintah memberikan bantuannyadalam pendirian atau pembangunan gereja-gereja baru. Amat banyak gereja baru yang dibangun dalam masa kejayaan Islam itu.
Bagi mereka yang tetap beragama Nasrani, harus menta’ati peraturan umum dari negara di samping membayar pajak kepada pemerintah. Pajak yang dipikulkan itu adalah didasarkan atas kesanggupan mereka. Orang yang tidak mampu, membayar separuh dari jumlah pembayaran yang mampu, bahkan ada pula yang dibebaskan sama sekali. Kewajiban membayar pajak itu diterima baik oleh orang Nasrani di Spanyol, karena pajak yang harus mereka bayar setiap tidak begitu berat. Semua pajak yang diterima itu dimasukkan ke dalam kas negara. Selain dari pemasukan pajak itu, pemerintah mempunyai pula. Baitul Maal. Semua zakat yang ditarik dari kaum Muslimin masuk menjadi kekayaan Baitul Maal itu, begitu pula sedekah, wasiat dan seperlima dari ghanimah yaitu harta rampasan perang, dimasukkan ke dalam perbendaharaan Baitul Maal. Dari sumber inilah dikeluarkan biaya pemerintahan,pembangunan gedung-gedung, sekolah, rumah sakit, tempat perawatan sosial, mesjid dan lain-lain.
Ketika kerajaan Bani Umayah di Spanyol sudah kuat dan makmur dan dengan negara tetangga sudah diadakan perjanjian damai, maka anggaran biaya angkatan perang yang merupakan pengeluaran biaya yang terbesar selama ini mulai dibatasi.  Dan, kekayaan negara yang berlimpah-limpah itu dipergunakan sebesar-besarnya untuk pembangunan materieel dan moreel yang mungkin dicapai oleh peradaban manusia pada abad itu. Banyak kota yang dibangun dan sistim pengairan diatur sebaik-baiknya. Dari daerah pegunungan dibuat saluran air, untuk mengairi daerah kering dan keperluan kota-kota. Selain itu yang tidak dapat dilupakan oleh sejarah ialah jasa Khalifah An-Nashir  dalam bidang ilmu pengetahuan. Ia telah membantu dan memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada para pujangga, ahli pikir, sarjana, seniman dan lain-lain. Buku-buku filsafat Yunani kuno dengan segala macam pengetahuandalambahasa asing diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Setelah negeri Spanyol mulai aman dan tenteram, pemerintahan sudah tersusun dengan baik, maka orang Islam mulailah melangkah ke arah pembangunan baru dan sebagainya. Pada awalnya amat banyak arsitek yang didatangkan dari Rumawi, mereka diserahi tugas memimpin pembangunan istana, kantor pemerintahan, mesjid, sekolah dan bangunan-bangunan lainnya. Meskipun para arsiteknya didatangkan dari Rumawi, tetapi
bangunan-bangunan baru yang didirikan di Andalusia bukanlah tiruan dari seni bangun Rumawi, bukan pula menuruti bentuk seni bangun Gothik yang telah mentradisi di Spanyol. Dalam mendirikan bangunan gedung-gedung, orang Islam mengambil  inti sari keindahan dari seni bangun Rumawi, seni bangun Gothik, seni bangun Byzantium dan sebagainya yang dipadu menjadi satu persenyawaan yang menciptakan bentuk-bentuk baru yang lebih indah dan khas. Akan tetapi memang bentuk seni Byzantium lebih mendominasi dalam keseluruhan bentuk bangunan. Dari perpaduan sari keindahan inilah satu cara penciptaan baru dalam seni bangun di Andalusia yang belum pernah dikenal pada abad-abad sebelumnya. Inilah yang dimaksud dengan seni bangun Islm Andalusia.
Adapun seni ukir dan seni hias sudah jauh lebih maju dari masa sebelumnya, baik mengenai  teknik ataupun dari segi konsep pemikirannya yang sudah lebih mendalam. Ornamen dan ukiran bukan saja disusun menurut
kehalusan perasaan tetapi juga menurut perhitungan geometris yang teliti, sehingga ia merupakan suatu hasi seni yang mengharuan hati dan menakjubkan yang mampu menimbulkan perasaan empati bagi penikmatnya.
Faham Baru Dalam Kesenian Islam
Selaras dengan kemajuan cara berfikir ummat Islam pada masa itu, baik kemajuan cara berfikir yang khusus
mengenai keagamaan atau dalam berbagai rupa pengetahuan lainnya, maka seni ukir dan seni hias , mendapat kemajuan yang lebih pesat, jauh lebih tinggi dari mutu seni ukir dan seni hias dalam masa sebelumnya. Kemajuan seni ukir dan seni hias, nyata kentara sekali dalam upaya melepaskan diri kungkungan motif yang amat sempit. Perluasan motif dari bentuk alam kosmos dan alam botanis saja, adalah
suatu perubahan yang radikal dan berani dalam sejarah perkembangan seni rupa Islam.
Keberanian mereka untuk meretas faham tradisional dalam pengambilan mtif seni rupa, adalah berdasaarkan
keyakinan bahwa jiwa tauhid tidak akan mungkin disesatkan oleh motif biologis yang distilir dalam penjelmaan seni ukir dan seni skulptur. Oleh sebab itu dalam masa kejayaan Islam di Andalusia, mulai ditemukan hasil-hasil seni skulptur dan seni lukis mengambil motif dari alam biologis atau makhluk bernyawa.

Pada awalnya masih nampak keberanian yang masih maju-mundur.  Keinginan untuk melukis obyek makhluk hidup yang bernyawa itu sudah ada, tetapi hasil seni rupa tradisional masih mempengaruhi mereka. Ukiran yang menghiasi sebuah jambangan bunga besar yang terdapat dalam salah satu ruang istana Alhambra, memperlihatkan suatu hasil kesenian yang tinggi, yang mencoba memperluas motif, tetapi masih ragu-ragu melukis makhluk bernyawa dalam bentuk naturalis. Lukisan dua ekor binatang yang berdiri berhadapan, dengan kepala seperti kepala burung unta dengan badan seperti giraf, motif binatang seperti ini hanya mungkin lahir dalam alam fantasi semata, dan mungkin juga mempunyai maksud yang dogmatis, tetapi kemungkinan besar bahwa itu adalah hasil pemecahan antara keinginan dantradisi.
Jambangan bunga besar Alhambra itu memperlihatkan pula suatu hasil komposisi yang harmonis dari beragam motif yang distilir menghiasi bidang lengkung dan leher jambangan. Hiasannya terdiri dari motif daun-daunan, tulisan Arab serta bentuk geometris  pada lehernya merupakan satu persenyawaan yang indah dari berbagai macam ukiran. Bentuk keseluruhan jambangan itu serta ukiran-ukiran yang menghiasinya, memberikan kesan yang nyata bahwa jambangan itu bukan dimaksudkan untuk tempat bunga dan bukan pula sebagai guci air, tetapi merupakan suatu hasil perwujudan rasa indah dari para seniman Islam pada masa itu. Dalam sejarah seni rupa Islam pada abad sebelumnya, belum banyak ditemukan pengambilan motif biologis. Orang menjauhi  melukis sesuatu yang berbentuk makhluk bernyawa. Yang banyak ditemui dalam kesenian Islam ialah motif geometris, seperti bentuk segi tiga, bujur sangkar, segi lima, belah ketupat, motif tangga, meander, spiral, dan lain-lain yang disebut oleh orang Arab, “asykalu-handasiah” atau dari motif botanis, seperti daun-daunan, akar, kembang dan lain-lain yang distilir dengan amat indahnya.
Di dalam Al Quran sendiri tidak ada ayat-ayat yang melarang membuat gambar makhluk bernyawa. Tetapi yang dilarang adalah memuja arca dan sebagainya yang disebut al-ashnam dan at-thaghut, karena yang demikian itu adalah perbuatan musyrik, mempersekutukan Tuhan dengan makhluknya. Hanya dalam sebuah Hadits yang shahih dari Sa’id ibnu Hasan berkata:
“Ketika saya bersama-sama dengan Ibnu Abbas, tiba-tiba datang seorang lelaki, ia berkata: Hai Ibnu Abbas1 Aku hidup dari hasil kerajinan tanganku, ialah membuat arca seperti ini. Laklu Ibnu Abbas menjawab: Tidak akan aku katakan kepadamu, hanya apa yang telah kudengar dari Rasulullah s.a.w. Beliau bersabda: siapa yang melukis sebuah gambar, maka dia akan disiksa Tuhan sampai dia bisa memberinya bernyawa, tetapi selamanya ia tidak akan mungkin memberi
gambar itu bernyawa.


Hadits pendek ini bermakna melarang membuat gambar-gambar makhluk bernyawa. Karena siapa yang menggambar seekor binatang umpanya, maka pada hari kemudian dia disuruh memberi gambar itu bernyawa. Dan Tuhan akan menyiksa orang itu karena pekerjaan yang tersebuttidak sanggup dilaksanakannya. Itulah sebabnya maka di dalam perkembangan seni rupa Islam terjadi pembatasan motif di sekitar alam benda, seperti pengambilan motif dari alam cosmos, alam botanis serta bentuk geometris dan menjauhi motif-motif biologis seperti gambar manusia atau binatang. Akan tetapi beberapa abad kemudian setelah Nabi wafat, yaitu sesudah agama Islam mulai memasuki dan menguasai negeri-negeri yang telah tinggi peradaban dan kebudayaannya seperti negeri Persi, Rumawi, dan Gothik, maka terjadilah perubahan dan kemajuan dalam cara berfikir, terutama dalam menghadapi persoalan-persoalan baru yang belum ada ketika masa Rasulullah s.a.w. masih hidup. Umpamanya kemajuan dalam bidang ilmu hayat membutuhkan berbagai jenis gambar binatang. Hiphotesis yang dilakukan dalam laboratorium Perguruan Tinggi Kedokteran di Cordova menghendaki gambar-gambar anatomi manusia, serta banyak lagi hal-hal lain yang membutuhkan gambaran dari makhluk bernyawa. Alangkah sulit diperoleh kemajuan dalam agama Islam jika menggambar makhluk bernyawa saja tidak siperbolehkan, sedang gambar-gambar seperti itu tidak bisa dipisahkan dari hubungan pengetahuan yang berguna bagi kehidupan manusia. Terkait dengan hal tersebut maka Rasulullah s.a.w. sebelum beliau wafat, bersabda :
“Antum  ‘alamuuridunyaakum.” ( Artinya : Kamulah yang lebih tahu tentang urusan keduniaanmu )
Sabda Nabi yang hanya empat patah kata itu, membuktikan bahwa agama Islam tidak mengajarkan suatu filsafat hidup yang sempit, tetapi ia telah membukakakan pintu yang selebar-lebarnya agar ummat Islam tidak takut berkecimpung dalam hidup, untuk mencapai kebahagiaan dengan menggunakan akal dan fikiran yang telah dianugerahkan Tuhan Yang Maha Esa kepadanya.
Larangan menggambar makhluk bernyawa, arca dan sebagainya, pada awal lahirnya agama Islam itu, dipandang dari sudut tauhid amat penting sekali dan sangat beralasan sekali. Karena pada waktu itu di kota Mekah masih bertaburan puing-puing bekas reruntuhan arca-arca yang telah disembah dipuja nenek moyang mereka berabad-abad lamanya. Masih terbayang dalam pelupuk mata penduduk Mekah bagaimana tokoh dari Lata, Uzza dan arca lainnya yang tidak kurang dari 360 buah banyaknya yang telah dibersihkan dari sekitar Ka’bah. Selain itu dalam tubuh kaum munafiqin masih mengalir darah kepercayaan nenek moyang yang telah turun-temurun. Jika kepercayaan politheisme itu, tidak dibongkar sampai ke akar-akarnya; jika semua berhala tidak dihancurkan; jika pada waktu itu pembuatan patung diberi kesempatan berkembang, maka akan tumbuhlah tunas baru dari kepercayaan lama yang telah tumbang dan akan menggoyang sendi-sendi ketauhidan mereka yang masih baru memeluk agama Islam. Tetapi manakala hakikat tauhid telah mendarah daging dalam tubuh ummat Islam dan mereka tahu bahwa patung-patung tidak bisa berbuat apapun, maka tidak ada alasan bahwa kepercayaan yang telah berabad-abad dikubur itu, akan hidup kembali di tengah-tengah keyakinan ummat Islam yang telah berkemajuan.
Faham yang beranggapan bahwa membuat sesuatu yang berbentuk makhluk hidup  atau bernyawa itu tidak diharukan dalam agama Islam, mungkin sulit dipertahankan terutama dalam abad modern ini. Terkecuali jika dalam masyarakat Islam yang terpisah dari dunia ramai, seperti masyarakat Badui di tengah gurun pasir atau suku-suku yang mendiami rimba belantara benua Afrika dan sebagainya. Demikian kemungkinan jalan fikiran ummat Islam pada zaman kerajaan Islam berkuasa di Spanyol, sehingga dalam sejarah kesenian Islam di Andalusia itu banyak ditemui arca-arca yang indah dan tinggi nilai mutu seninya, bahkan perusahaan kerajinan negara di Cordova membuat arca yang dibuat dari emas murni. Selain itu seni lukis mulai berkembang dan mendapat tempat dalam pertumbuhan kebudayaan Islam. Lukisan berwarna yang amat besar dari Majelis Umara’, yaitu lukisan raja-raja Islam di Cordova yang menghiasi plafon sebuah ruangAlhambra, cukup memenuhi syarat-syarat visual dan geesteliyke elemen yang harus ada pada seni lukis.  Latar belakang lukisan yang sengaja dikosongkan, lebih menonjolkan obyek yang dilukiskan, begitu pula masing-masing dilukiskan secara sederhana, bukan merupakan hasil idealisme yang dilebih-lebihkan, tetapi hanya menurut kenyataan yang bisa dipertanggungjawabkan baik mengenai proporsi, perspektif, warna dan gerak atau teknik lukisan keseluruhannya.
Referensi:
C. Israr, Sejarah Kesenian Islam 1
Bulan Bintang-Jakarta, 1978