Ilustrasi sertivikasi guru (pakguru-ahmadur.co.cc ) |
Tribunnews.com - Jumat, 15 Maret 2013 15:17 WIB
Laporan Wartawan kotalive.com Gopis Simatupang
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA
- Berdasarkan laporan terbaru Education Public Expenditure Review dari
Bank Dunia (World Bank) di bawah pola pembiayaan pendidikan di Indonesia
saat ini, porsi anggaran yang cukup besar dialokasikan untuk membayar
gaji guru serta membiayai program sertifikasi guru. Hal itu
dikatakan Mae Chu Chang, Spesialis Pendidikan Bank Dunia untuk Indonesia
di Universitas Paramadina, Jakarta, Jumat(15/3/2013).
Mae Chu
Chang adalah salah satu narasumber dalam diskusi yang diselenggarakan
oleh Institute for Education Reform (IER) Universitas Paramadina,
kemarin, bekerjasama dengan Bank Dunia bertema "Kemana Arah Politik
Pendidikan Nasional dengan Anggaran yang Terus Meningkat?"
Selain
Mae Chu Chang, narasumber lain adalah Pedro Cerdan-Infantes, ekonom dari
Bank Dunia; Satrio Soemantri Brodjonegoro, Guru Besar ITB dan mantan
Dirjen Pendidikan Tinggi; serta Mohammad Abduhzen, Direktur Eksekutif
IER Paramadina.
Sebagaimana diketahui, sejak reformasi terjadi,
konstitusi mewajibkan negara untuk memprioritaskan anggaran pendidikan
minimal 20 persen dari APBN dan APBD. Sejak ketentuan itu
diimplementasikan pada 2009, kata Mae, di atas kertas anggaran
pendidikan secara nasional dan perdaerah melonjak tajam. Namun,
dibandingkan sebelumnya, besarnya anggaran itu sebenarnya tak jauh
berbeda persentasenya. Sebagai ilustrasi, jelas Mae, anggaran
pendidikan 2013 berjumlah Rp 331,8 triliun (20,01) persen termasuk
pendidikan Kementerian Agama dan 18 kementerian atau lembaga lain, yang
jika dikeluarkan bersama gaji guru, jadi hanya 9,8 persen dari APBN.
Mae
mengatakan, anggaran yang dibutuhkan untuk membayar gaji guru meningkat
tajam seiring dengan meningkatnya jumlah guru secara keseluruhan, dan
jumlah ini terus meningkat meskipun Indonesia merupakan salah satu
negara dengan rasio siswa-guru paling rendah di dunia. Meskipun
program sertifikasi guru telah membantu memperbaiki kesejahteraan guru,
bilang Mae, belum terlihat adanya bukti bahwa program sertifikasi ini
lantas diikuti dengan semakin membaiknya performa siswa.
Sementara
itu, lanjut Mae, menurut standar internasional, alokasi anggaran untuk
pendidikan anak usia dini, jenjang pendidikan menengah ke atas dan
perguruan tinggi di Indonesia masih tergolong rendah. Karena itu, kata
Mae, pola pembiayaan yang berlaku saat ini tampaknya belum membawa
dampak signifikan pada perbaikan kualitas pendidikan serta akses, pasca
wajib belajar 9 tahun bagi siswa miskin.
"Laporan Bank Dunia itu
merekomendasikan adanya realokasi sumber daya ke tingkat-tingkat
pendidikan yang lebih tinggi serta program beasiswa siswa miskin,
peningkatan dukungan dari pemerintah daerah ke sekolah-sekolah, serta
perbaikan perencanaan anggaran, transparansi, dan akuntabilitas,"
tandasnya.
Mohammad Abduhzen menyatakan hal senada. Menurutnya, hasil akhir pendidikan seharusnya adalah tersedianya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas.
Mohammad Abduhzen menyatakan hal senada. Menurutnya, hasil akhir pendidikan seharusnya adalah tersedianya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas.
"Pendidikan harus berdampak pada kualitas.
Krisis moneter, ekonomi, politik, sumbernya bukan cuma ekonomi dan
politik, tetapi juga krisis SDM," bilang Abduhzen di tempat yang sama.
Karena kualitas SDM yang rendah pula, kata Abduhzen, Indonesia susah pulih dari krisis.
"Berbeda
dengan Malaysia, Thailand, dan Filipina. Menteri Pendidikan seharusnya
punya ideologi pendidikan, dia tahu apa yang harus dilakukan. Begitu
jadi menteri dia tidak studi lagi tapi langsung melakukan," tuturnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar