26 Oktober 2013 | 06:30 wib
SEMARANG, suaramerdeka.com - Prof Dr Tjetjep Rohendi Rohidi menilai, sebagai sarana penanaman dan pengembangan nilai-nilai budaya, ada posisi dan potensi kuat yang dimiliki pendidikan seni.
Posisi strategis dianggap dimiliki pendidikan seni, lantaran memberikan pengalaman serta tumbuhnya apresiasi dan pengetahuan tentang seni yang memungkinkan berkembangnya suatu cara pandang yang unik tentang sesuatu dalam konteks yang luas.
Ketua Program Studi Pendidikan Seni S2-S3 Unnes itu menilai, cara pandang itu tidak dapat ditempuh melalui cara-cara dalam pendidikan lain seperti penyampai kebenaran imajinasi, emosi, dan spiritual.
Prof Tjejep menyebut, seiring perkembangan waktu, dari tahun ke tahun, pendidikan seni di Indonesia mengalami berbagai perubahan dalam hal konsep, istilah, substansi, serta tujuan seiring dengan perkembangan kondisi politik, sosial, dan ekonomi.
Menurutnya, perkembangan pendidikan seni sejak periode awal (1930-1945) hingga tahun 2000-an belum mengintegrasikan aspek nilai-nilai kebudayaan. Pendidikan seni masih berorientasi pada pengembangan keahlian menggambar dan kerajinan.
Sekalipun sekarang pendidikan seni hadir dengan muatan kebudayaan sebagai landasan kontekstual, lebih jelas ideologinya, dan nilai-nilai budaya sebagai akar jati diri bangsa dimasukkan ke dalam pendidikan seni, keberadaannya masih belum jelas, terutama menyangkut bentuk pengintegrasiannya. Bahkan, kata Prof Tjejep, dalam pelaksanaan di lapangan hanya mendapat perhatian ala kadarnya, kurang waktu, serta miskin sarana dan prasarana.
( Andika Primasiwi / CN26 / SMNetwork )