Selasa, 22 Mei 2012

IMPLEMENTASI DAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR Oleh : Liyana Sunanto


 
S
ampai saat ini bangsa Indonesia masih dihadapkan dengan sejumlah permasalahan, khususnya permasalahan yang berkaitan dengan moral. Kita sering mendengar dan melihat dari pemberitaan baik lewat media elektronik seperti televisi dan radio ataupun internet juga surat kabar, dimana terdapat banyak kejadian yang semestinya akan mengusik para pendidik, seperti halnya kasus korupsi, kolusi dan nepotisme di semua lapisan jabatan, , perkelahian antar pelajar, penyalahgunaan penggunaan narkoba. Dan tentu juga masih ada deretan panjang persoalan  pendidikan lainnya dari bangsa ini yang belum dapat mencapai tujuan Pendidikan Nasional. Dimana dalam Pasal Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi rujukan dalam pengembangan pendidikan dan karakter bangsa.

Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha sadar tujuan dan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik semaksimal mungkin. Pendidikan juga adalah suatu usaha masyarakat dan bangsa yang disengaja dalam rangka mempersiapkan generasi muda bagi eksistensi kehidupan yang lebih bermartabat di masa yang akan datang. Pendidikan itu sejatinya tidak lepas dari lingkungan peserta didik, terutama dari lingkungan budayanya, karena peserta didik merupakan bagian integral lingungan di sekitarnya. Pendidikan yang tidak memperkenalkan lingkungan tempat tinggal menetap peserta didik, di khawatirkan akan menyebabkan peserta didik terasingkan dari akar budayanya.
Dan hakekat dari pendidikan merupakan proses enkulturasi, yang berfungsi mewariskan nilai-nilai kepada generasi muda. Nilai-nilai itu merupakan kekayaan dan sekaligus kebaggaan bangsa sehingga dapat dikenal oleh bangsa-bangsa lain.

Karakter
Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Menurut Tadkiroatun Musfiroh karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter sendiri berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.

Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development”.  Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dimana dalam menyelenggarakan pendidikannya  harus berkarakter.
Nilai-nilai teridentifikasi yang dapat dikembangkan dalam pendidikan karakter bangsa dijelaskan pada uraian dibawah ini.

Agama. Bangsa Indonesia merupakan masyarakat beragama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai yang bersumber dari agama. Melalui pendidikan karakter, diharapkan agama tidak sebatas khotbah melainkan dapat diimplementasikan dalam realita kehidupan sehari-hari, sehingga setiap peserta didik memiliki kesalehan sosial yang tinggi.
Pancasila. Pancasila dijadikan sumber dari segala sumber hukum. Setiap gerak kehidupan politik, ekonomi, hukum dan pendidikan selalu bernafaskan pancasila. Pendidikan karakter bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi good citizen, dalam arti memiliki kemauan dan kemampuan untuk menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya.
Budaya.Seluruh masyarakat Indonesia dalam kehidupan sosialnya didasari oleh nilai-nilai budaya. Nilai-nilai budaya dijadikan pijakan dasar untuk melakukan komunikasi social antar kelompok masyarakat. Keragaman budaya harus dapat dijadikan kekuatan untuk saling memahami antar kelompok masyarakat yang pada akhirnya menjadi sinergi pembangunan.

Pendidikan Nasional. Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai normatif yang harus dimiliki warga Negara Indonesia setelah mengikuti proses pendidikan. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional hendaknya dapat dijadikan pijakan operasional pengembangan karakter peserta didik.

Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran

Pendidikan karakter  merupakan hal yang baru sekarang ini meskipun bukan sesuatu yang baru. Penanaman nilai-nilai sebagai sebuah karakteristik seseorang sudah berlangsung sejak dahulu kala. Akan tetapi, seiring dengan perubahan jaman, agaknya menuntut adanya penanaman kembali nilai-nilai tersebut ke dalam sebuah wadah kegiatan pendidikan di setiap pengajaran. Penanaman nilai-nilai tersebut dimasukkan (embeded) ke dalam RPP dengan maksud agar dapat tercapai sebuah karakter yang selama ini semakin memudar.
Setiap mata palajaran mempunyai nilai-nilai tersendiri yang akan ditanamkan dalam diri anak didik. Hal ini disebabkan oleh adanya keutamaan fokus dari tiap mapel yang tentunya mempunyai karakteristik yang berbeda-beda.

Pada prinsipnya, pengembangan budaya dan karakter bangsa tidak dimasukan sebagai mata pelajaran monolitik, melainkan terintegrasi kedalam mata pelajaran. Dimana jika kita lihat isi kurikulum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), sebenarnya ada ruang khusus untuk pendidikan karakter, yaitu melalui pengembangan diri. Oleh Karena itu guru dan sekolah perlu mengintegrasikan nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter kedalam KTSP.

Para pakar yang menekuni pembelajaran intensif telah mensintesiskan hasildan temuan dari berbagai penelitian dan merumuskan prinsip-prinsip pembelajaran yang kondusif terhadap pengembangan potensi peserta didik, antara lain : (1) pembelajaran harus berorientasi pada pengalaman keseharian peserta didik, (2) pembelajaran lebih menekankan pemecahan masalah secara aktif  dan bukan penguasaan fakta, (3) Transfer akan lebih mungkin terjadi jika konteks pembelajaran mirip dengan konteks dimana hasilnya akan diterapkan, (4) pembelajaran hendaknya melibatkan diskusi kelompok untuk melatih penalaran, ekspresi, toleransi dan etika dalam berbeda pendapat dan sintesis dari emikiran bersama.
Adapun prinsip-prinsip yang dapat dignakan dalam pengembangan pendidikan dan karakter bangsa, dapat diamati pada uraian dibawah ini.

Strategi pembelajaran. Sebagai contoh adalah model pembelajaran kolaborasi atau belajar kelompok (misalnya model Jigsaw, model Number Head Together, dst), didalam model pebelajaran tersebut terintegrasi nilai karakter yaitu mengembangkan nilai kerjasama, toleransi, etika dalam berbeda pendapat, penalaran dalam mensintesiskan beberapa pendapat secara bersama, menghargai pendapat orang lain, keberanian mempresentasikan hasil kelompok, yang termuat didalamnya pengembangan keterampilan mengkomunikasikan pendapat. Juga masih banyak metode, strategi, pendekatan dan model pembelajaran lain yang bias digunakan untuk implementasi penddikan karakter ini.

Keterkaitan materi dengan domain nilai karakter. Guru senantiasa berusaha mengaitkan materi pelajaran dengan suatu domain pendidikan karakter. Misalnya pembelajaran matematika yang dikenal sebagai ilmu yang memiliki penalaran deduktif yang logis, konsistensi yang ketat, dsb. Hal ini  dalam pembelajaran dapat dikaitkan dengan aspek dari domain pendidikan karakter, mialnya sifat teliti, konsisten, keberadaan Tuhan, dsb. Tentu pembelajaran untuk materi lain dapat pula dikaitkan dengan aspek dari domain pendidikan karakter.

Inkulkasi. Inkulkasi merupakan lawan dari indoktrinasi. Beberapa contoh inkulkasi adalah (a) mengemukakan pendapat disertai alasan yang rasional, (b) memperlakukan pihak lain secara adil, (c) menghargai pendapat yang berbeda, (d) memtuhi tata tertib/peraturan, (e) pemberian penghargaan atau hukuman yang masuk akal dan mendidik, (f) tidak memutuskan hubungan dengan orang yang tidak setuju dengan pendapatnya, dan sebagainya. Hal ini semua perlu menjadi kebiasaan guru sehingga guru dengan spontan senantiasa mengarahkan dan mengingatkan Peserta didik.

Pemberian teladan. Jika pendidik seara konsisten berprilaku rajin, disiplin, bersemangat, kerja keras, keterbuakaan, adil, toleran, bertanggung jawab dan keluhuran budi pekerti lainnya. Maka akan banyak peserta didik yang mengidolakan dan meniru perilaku gurunya, karena kelebihan yang dimiliki guru tersebut.

Pemberian fasilitas. Pemberian Lembar Kerja Siswa (LKS) dapat dimanfaatkan untuk kemandirian belajar. Dengan bimbingan dan arahan guru, peserta didik diminta untuk membaca sendiri suatu bagian dalam buku atau LKS, selanjutnya guru memberikan pendalaman materi bab tersebut dengan mengajukan pertanyaan baik dalam bentuk tes tulis maupun liasn.

Pengembangan keterampilan. Kirschenbaum dalam Darmiyati Zuhdi (2009, 62) megidentifikasi sepuluh keterampilan agar peserta didik dapat menyesuaikan dan berhasil dalam kehidupannya, yaitu: berfikir kritis, berfikir kreatif, berkomunikasi seecara jelas, berlaku asertif (berani mengemukakan pendapat dengan spontan dan bertanggung jawab), berani menolak tekanan dari kawan dengan cara yang tidak mengecewakan, belajar secara kolaboratif, mampu mengatasi konflik, keterampilan akademik dan keterampilan sosial.

Melembaga. Pendidikan karakter selain diimplementasi di kelas oleh guru, juga perlu ada kebersamaan dari semua individu yang terdapat dalam suatu lembaga/sekolah. Sehingga terbangun suatu suasana yang kondusif yang member dorongan kepada peserta didik untuk memiliki karakter yang terpuji.
 

Pengembangan RPP Bermuatan Karakter
Dalam rangka mengimplementasikan program pembelajaran yang sudah dituangkan di dalam silabus, guru harus menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP merupakan pegangan bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran baik di kelas, laboratorium, dan/atau lapangan untuk setiap Kompetensi dasar. Oleh karena itu, apa yang tertuang di dalam RPP memuat hal-hal yang langsung berkait dengan aktivitas pembelajaran dalam upaya pencapaian penguasaan suatu Kompetensi Dasar.
Dalam menyusun RPP guru harus mencantumkan Standar Kompetensi yang memayungi  Kompetensi Dasar yang akan disusun dalam RPP-nya. Didalam RPP secara rinci harus dimuat Tujuan Pembelajaran,Materi Pembelajaran, Metode Pembelajaran, Langkah-langkah Kegiatan pembelajaran, Sumber Belajar, dan Penilaian.

Langkah-langkah Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Mencantumkan identitas
•    Nama sekolah
•    Mata Pelajaran
•    Kelas/Semester
•    Alokasi Waktu

Catatan: RPP disusun untuk satu Kompetensi Dasar. Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator dikutip dari silabus yang disusun oleh satuan pendidikan. Alokasi waktu diperhitungkan untuk pencapaian satu kompetensi dasar yang bersangkutan, yang dinyatakan dalam jam pelajaran dan banyaknya pertemuan.

A. Standar Kompetensi
Adalah kualifikasi kemampuan peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada mata pelajaran tertentu. Standar kompetensi diambil dari Standar Isi (Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar). Sebelum menuliskan Standar Kompetensi, penyusun terlebih dahulu mengkaji Standar Isi mata pelajaran dengan memperhatikan hal-hal berikut :
  • urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau SK dan KD
  • keterkaitan antar standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran
  • keterkaitan standar kompetensi dan kompetensi dasar antar mata pelajaran.
B. Kompetensi Dasar
Merupakan sejumlah kemampuan minimal yang harus dimiliki peserta didik dalam rangka menguasai Standar Kompetensi mata pelajaran tertentu. Kompetensi Dasar dipilih dari yang tercantum dalam Standar Isi. Sebelum menentukan atau memilih Kompetensi Dasar, penyusun terlebih dahulu mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
  • Urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan Kompetensi Dasar
  • Keterkaitan antar standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran
  • Keterkaitan standar kompetensi dan kompetensi dasar antar mata pelajaran
C. Tujuan Pembelajaran
Berisi  penguasaan kompetensi yang operasional yang ditargetkan/dicapai dalam rencana pelaksanaan pembelajaran. Tujuan pembelajaran dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang operasional dari kompetensi dasar. Apabila rumusan kompetensi dasar sudah operasional, rumusan tersebutlah yang dijadikan dasar dalam merumuskan tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran dapat terdiri atas sebuah tujuan atau beberapa tujuan.

D. Materi pembelajaran
Adalah  materi yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Materi pembelajaran dikembangkan dengan mengacu pada materi pokok yang ada dalam silabus.

E. Metode Pembelajaran
Dapat diartikan benar-benar sebagai metode, tetapi dapat pula diartikan sebagai model atau pendekatan pembelajaran, bergantung pada karakteristik pendekatan dan/atau strategi yang dipilih.

F. Langkah-langkah Pembelajaran
Untuk mencapai suatu kompetensi dasar dalam kegiatan pembelajaran harus dicantumkan langkah-langkah kegiatan dalam setiap pertemuan. Pada dasarnya, langkah-langkah kegiatan memuat unsur kegiatan :
  1. Pendahuluan
Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan un¬tuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.
  1. Inti
Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan pembelajaran di¬lakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
Eksplorasi
  • Melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber (contoh nilai yang ditanamkan: mandiri, berfikir logis, kreatif, kerjasama)
  • Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain (contoh nilai yang ditanamkan: kreatif, kerja keras)
  • Memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya (contoh nilai yang ditanamkan: kerjasama, saling menghargai, peduli lingkungan)
  • Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran (contoh nilai yang ditanamkan: rasa percaya diri, mandiri)
  • Memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan (contoh nilai yang ditanamkan: mandiri, kerjasama, kerja keras)
Elaborasi
  • Membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna (contoh nilai yang ditanamkan: cinta ilmu, kreatif, logis)
  • Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis (contoh nilai yang ditanamkan: kreatif, percaya diri, kritis, saling menghargai, santun)
  • Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut (contoh nilai yang ditanamkan: kreatif, percaya diri, kritis)
  • Memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif (contoh nilai yang ditanamkan: kerjasama, saling menghargai, tanggung jawab)
  • Memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar (contoh nilai yang ditanamkan: jujur, disiplin, kerja keras, menghargai)
  • Memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok (contoh nilai yang ditanamkan: jujur, bertanggung jawab, percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama)
  • Memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama)
  • Memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama)
  • Memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama)
konfirmasi
  • Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik (contoh nilai yang ditanamkan: saling menghargai, percaya diri, santun, kritis, logis)
  • Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, logis, kritis)
  • Memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan (contoh nilai yang ditanamkan: memahami kelebihan dan kekurangan)
  • Memfasilitasi peserta didik untuk lebih jauh/dalam/luas memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap, antara lain dengan guru:
  • Berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar (contoh nilai yang ditanamkan: peduli, santun);
  • membantu menyelesaikan masalah (contoh nilai yang ditanamkan: peduli);
  • Memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi (contoh nilai yang ditanamkan: kritis)
  • Memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh (contoh nilai yang ditanamkan: cinta ilmu); dan
  • Memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif (contoh nilai yang ditanamkan: peduli, percaya diri).
  1. Penutup
Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan un¬tuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut.
G.    Sumber Belajar
Pemilihan  sumber belajar mengacu pada perumusan yang ada dalam silabus yang dikembangkan oleh satuan pendidikan.  Sumber belajar mencakup sumber rujukan, lingkungan, media, narasumber, alat, dan bahan. Sumber belajar dituliskan secara lebih operasional. Misalnya,  sumber belajar dalam silabus dituliskan buku referens, dalam RPP harus dicantumkan judul buku teks tersebut, pengarang, dan halaman yang diacu.

H.    Penilaian
Penilaian dijabarkan atas teknik penilaian, bentuk instrumen, dan instrumen yang dipakai untuk mengumpulkan data. Dalam sajiannya dapat dituangkan dalam bentuk matrik horisontal atau vertikal. Apabila penilaian menggunakan  teknik  tes tertulis uraian, tes unjuk kerja, dan tugas rumah yang berupa proyek harus disertai rubrik penilaian.

Pendidikan karakter akan berhasil manakala disertai contoh dan pembiasaan dari semua stackholders pendidikan, baik guru, kepala sekolah, komite sekolah, orang tua peserta didik, masyarakat dan juga pemerintah. Guru sekolah dasar memiliki posisi strategis dalam pendidikan karakter bangsa, sebab merupakan lembaga pendidikan kedua setelah keluarga dalam mengembangkan nilai-nilai kehidupan.

Kamis, 03 Mei 2012

ABDUL SYUKUR & RETNO MARUTI By Joko Novarianto, S.Sn


 SLAMET ABDUL SYUKUR
(Komponis dan pengajar musik)

SLAMET ABDUL SYUKUR
KAMIS, 3 MEI 2012 - DENMAS PRIYADI BLOG - Dilahirkan di Surabaya 1935, diusia yang ke 74 tahun ini beliau masih tetap eksis menjadi tenaga pengajar dan juga komponis. Karya-karyanya ada yang sangat kompleks (multimedia, elektronik gamelan dan lainnya) atau sebaliknya ada yang sangat sederhana sekali ( mulut, ataupun kentongan).

Belajar musik  tidak otomatis untuk mempersipakan diri menjadi pemusik , sama juga halnya dengan orang belajar matematika , tidak semua bertujuan menjadi ahli matematika. Tapi bagaimana mereka dapat mendisiplinkan diri sampai pada keperluan sehari-hari mereka, misalnya babagaimana mereka dapat mengatur atau me”manage” waktu untuk belajar, istirahat, makan, tidur dan lain sebagainya.
Begitu pula dalam memperlajari musik, disini tidak dituntut untuk kesenangan belaka, tapi juga menjadikan anak sehat jasmani dan cerdas begitu pendapat beliau. Sebagai contoh Anak–anak yang belajar bernyanyi secara berkelompok (koor/paduan suara) mereka ditutut untuk fokus juga konsen pada lagu yang mereka bawakan, tapi yang lebih penting adalah bagaimana mereka dapat bernyanyi dengan tidak menonjolkan dirinya sendiri . Apalagi pada paduan suara polifoni , masing-masing suara punya jalurnya sendiri dan sekaligus saling melengkapi. Semua harus bisa mendengarkan suara penyanyi satu dengan yang lainnya inilah yang dinamakan kebersamaan. Ringkasnya pendidikan musik seperti itu yang membuat kita sehat, cerdas dan punya rasa kebersamaan.Tujuannya  sama dengan apa yang menjadi cita-cita tokoh pendiri/ pendahulu bangsa Indonesia yaitu: menjadikan manusia seutuhnya.
Sekarang beliau juga mengajar program pasca sarjana di STSI Solo, selain mengajar di sekolah privat di Surabaya juga di Jakarta. Ini tidak lantas hanya perguruan tinggi yang mampu menghasilkan seniman bermutu. Legitimasi tidak pernah dapat mereduksi sesuatu yang hidup. Sebagai pengasuh juga pendidik sudah semestinya kita sebisa mungkin membantu mereka menemukan dirinya sendiri, dan bukan mendiktenya.
Beberapa permasalahan yang dikumpulkan oleh Slamet Abdul Sjukur, diantaranya adalah:
-       " Latihan membuat musik sependek mungkin ( 12 detik) dan sebagus mungkin". Ini masalah efisiensi: "bagaimana seniman dapat memikat hati dalam waktu yang sangat terbatas?"
-  "Latihan membuat musik sepanjang mungkin ( 20 menit) tanpa ada sesaatpun yang membosankan. Atau kalau bisa, seniman malah membuat pendengarnya sampai jatuh dalam “trance”. Seberapa kuat kemampuan komponis menyampaikan gagasan?"
-          Belajar dari benda sumber bunyi, dan bukan dari gagasan. Tujuannya adalah untuk menghormati potensi bunyi yang sudah ada namun tersembunyi atau kurang di tanggapiSemua itu mungkin sudah dialami para komponis, sekalipun mungkin tidak disadari. Oleh karena itu permasalahannya secara khusus dengan disertai cara untuk mengalaminya sendiri, Kecerdasan sejati berbeda dengan kecerdasan yang hanya mengandalkan logika, menangkap persamaan tersamar antara yang berguna dan yang menyenangkan.(Joko Novarianto, S.Sn)


RETNO MARUTI
(Penari dan penata dalam tari tradisi Jawa Klasik)

RETNO MARUTI
      Dilahirkan di Surakarta, 1947. Pembahasan dalam wawancara dengan beliau adalah tentang Jarak antara yang tradisional dan yang modern. Telah banyak perubahan dari sisi pelestarian tari tradisi dalam pengalamannya. Di tahun 1970-an disaat beliau di TIM dan bapak Ali sadikin sebagai gubernur DKI Jakarta, banyak sekali keleluasan dalam berkarya baik dukungan dari pemerintah secara moril dan materil. Dan itu juga tantangan para seniman khususnya penari pada saat itu yang dapat tampil menjadi suatu kebanggaan adalah grup yang mempunyai kapasitas dan kapabilitas yang baik. Jadi setiap grup mendapat tantangan untuk menjadi yang terbaik dan tetap ingin selalu maju dalam berkesenian.

        Sejak tahun 1980-an kondisi ini mulai surut, khususnya kerinduannya untuk bisa tampil dan eksis dalam seni tradisinya. Juga pada era ini sampai tahun 1990-an , situasi semakin berubah. Mereka tidak banyak punya pilihan untuk tampil sekarang. Ada Graha Bhakti Budaya, tapi seniman muda tidak berani tampil disana karena penontonnya banyak. Sponsor harus berani mendukung. Faktor kesulitan ini dialami banyak seniman. Dan tergantung dengan bagaimana pintar-pintarnya seniman tadi dalam mengelola sebuah event pementasan. Menurut beliau pada tahun 1990-an serasa banyak sekali ataupun mungkin hampir semua grup-grup yang tergolong dalam pementasan ini vacuum dan sedikit sekali yang masih ingin tampil. Retno Maruti-pun memulai pementasan karyanya di tahun 1997, dengan dorongan dari banyak pihak. 
        Menurutnya karya-karya  yang dibuatnya harus berbobot, dengan garapan yang serius- bukan hanya sekerdar hiburan. Jadi yang ditampilkan harus pure art ( seni murni) namun juga tidak meninggalkan sisi-sisi yang dipertimbangakan karena ini adalah seni tradisi yang tidak bisa ditampilkan sembarangan. Tujuannya adalah kepuasan semua pihak. Seni seharusnya bermanfaat, untuk yang membuatnya, yang melaksanakan dan yang menontonnya. Bila seni tidak bermafaat, itu pemborosan- hanya membuang-buang uang.
Menurutya saat ini ada beberapa perubahan yang terjadi dalam berkembangnya proses berkesenian :
-             Pertama: Perubahan dalam sisi waktu, misalnya dahulu kita sering lihat pementasan dengan durasi waktu yang panjang (3 sampai 4 jam) kini bisa menjadi 1-2 jam saja. Tapi tidak berarti artinya dihilangkan- bukan main potong saja ada kaidah-kaidah sendiri
-          Kedua: Perubahan dalam kostumnya, kostum menjadi lebih sederhana, tapi tidak merubah nuansa yang tradisional dengan kaca mata modern. Termasuk segi make-up, panggung dan lainnya.
-                   Ketiga: Perubahan pada sistem manajemen, dulu mereka hanya berperan sebagai penari sekarang mereka berperan sebagai penyelenggara. Tapi memang konsekuensi dari perubahan ini adalah pembagian energi. Idealnya ada staf produksi tersendiri, dan dan dibidangnya.
         Cara berfikirnya sekarang harus dapat membuka diri; tarian nya tetap mengikuti zaman asal tetap mempertahankan estetikanya, asal kita masih punya jati diri, ungkapnya. Dalam era globalisasi , semua harus da bisa tumbuh. Kalau tradisi mau tumbuh, silahkan begitu juga yang modern. Jadi tidak perlu memperuncing jarak antara yang tradisinal dan yang modern. Intinya pembaruan itu harus positif  jangan sampai mengurangi nilai artistiknya. Jika merusak itu bukan pembaruan.(Joko Novarianto, S.Sn)