Forum Guru Seni Budaya
Minggu, 18 Juni 2017 - 11:48 WIB
Rabu, 9 September 2015 | 13:57 - Hallobogor.com, Tamansari – Menapaki jalan-jalan kecil perkampungan warga, menuju lokasi Situs Mata Air Sumur Jalatunda.
Sumur suci ini berada di Gang Jambekuina Sindang
Barang, sebuah kampung yang masih berada dalam lingkungan Desa Pasir Eurih, Kab
Bogor, keadaan topografinya berupa lahan lereng yang miring sehingga keadaan
permukiman penduduk mengikuti kemiringan lahan.
Pada jarak sekitar 1 km di sebelah timur desa tersebut
mengalir sungai kecil yang disebut Cipamali menuju ke arah Sungai Ciomas.
Sungai tersebut dianggap keramat oleh penduduk setempat, konon orang-orang
sakti dari luar jika berkunjung ke wilayah tersebut dan melintasi sungai
Cipamali maka ilmu kesaktiannya akan punah, sedangkan di latar belakang desa
(sisi selatan) berdiri menjulang Gunung Salak dengan kelima puncaknya (2211 m).
Menurut Ustad Suryadi Falwan Manggala,(beliau adalah
seorang jupel atau juru pelihara situs ini), sekitar tahun 2003 beliau bersama
beberapa tokoh budayawan Bogor serta tim Arkeologi dari Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (UI), Depok, yang di pimpin oleh Prof
Dr Agus Arismunandar. Arkeolog UI, melakukkan penelitian tentang situs-situs
yang ada di wilayah Sindang Barang ini. Sampai-sampai sebagaian masyarakat
berpikiran negatiF dan mengatakan, kok ada ustad yang ngurusin situs/batu.
“Padahal kami hanya ingin melestarikan budaya peninggalan para leluhur kita,”
katanya.
Amanat jupel terdahulu yang mengatakan jangan diganggu
atau dirusak atau memindahkan batu-batu / situs di kampung Sindang Barang ini
karena suatu saat nanti akan banyak yang datang mengunjungi tempat ini.
Dahulu, sebelum masuknya agama Islam dan ketika sebagian
besar orang masih memegang kepercayaan Sunda Wiwitan, situs Sumur Jalatunda
dijadikan sebagai tempat semedi banyak orang.
Bagi mereka yang percaya, air dari Situs Sumur
Jalatunda dianggap sebagai salah satu dari tujuh mata air suci. “Dahulu air dari
sumur ini banyak digunakan untuk berbagai keperluan ritual kasepuhan. Meski
begitu, sekarang juga masih banyak orang yang datang dari berbagai daerah,
untuk mengambil air dari sini,” katanya.
Sebagian masyarakat yang berkunjung masih percaya
dengan kesucian air dari Sumur Jalatunda ini, tak jarang dari mereka masih
memanfaatkan atau mempercayai airnya sebagai media pengobatan bagi orang sakit
dan sebagainya.
Tidak hanya itu, air dari Sumur Jalatunda juga
dijadikan sebagai salah satu air yang diambil dalam ritual Ngala Cai Kukulu,
yaitu ritual menyatukan tujuh mata air yang dilakukan setiap perhelatan Seren
Taun yang di adakan kampung budaya Sindang Barang .
Setiap bulan Maulid, di sini selalu diadakan acara
Ngumbah Pusaka (mencuci/membersihkan pusaka). Pusaka yang di aksud adalah
semacam Keris, Kujang, Tombak, dan sebagainya. Pusaka- pusaka tsb adalah
peninggalan dari para leluhur kampung Sindang Barang dan ada juga yang dari
daerah lain. Sedangkan airnya diambil dari mata air Sumur Jalatunda kemudian di
kepret (dipercikan air oleh Daun Pakujajar) pohon Pakujajar yang memang tumbuh
di lokasi situs.
Di lokasi dekat Sumur Jalatunda terdapat beberapa batu
datar, dan dijumpai adanya batu-batu lainnya yang berdiri tegak dan batu yang
berbentuk bulat seperti bola, batu tersebut dalam khasanah megalitik lazim
dinamakan dengan Batu Pelor — yang hingga sekarang ini belum dapat diketahui
secara pasti apa fungsi batu pelor tsb.
Sangat mungkin batu-batu pelor tersebut erat kaitannya
dengan suatu ritual pemujaan kepada leluhur, dan ada satu batu berwarna agak
putih dengan bagian atas seperti gambar wajah manusia tapi belum
sempurna/selesai di buat. Batu lainnya, ada satu lagi yang paling besar di
lokasi ini yang dipindahkan ke Pelabuhan Ratu pada Ka Cikakak tempat Pangunyang
(tempat mandi) oleh Mbah Pranggong Jaya pada saat detik-detik sebelum perang
bubat. Sedangkan Makom / Petilasan Mbah Pranggong Jaya sendiri berada di gunung
salak, kata Ustad Suryadi.
Penduduk setempat menamakan Mata air Sumur Jalatunda
sudah sejak lama, apabila ditilik artinya Jala dalam bahasa Sansekerta artinya
Air, sedangkan Tunda berarti Mulut, atau sesuatu yang menyerupai Lubang Mulut,
mungkin dahulu pernah terdapat pancuran air yang terbuat dari batu, atau bahan
lainnya.
Agaknya penamaan Jalatunda tersebut berkaitan dengan
fungsi dan makna kekeramatannya di masa lalu karena dianggap sebagai sumber air
yang dapat dipergunakan dalam ritual keagamaan atau upacara adat lainnya.
Mengenai Mata air Sumur Jalatunda , berdasarkan Pantun
Bogor menceritakan, bahwa pada jaman Kerajaan, setiap Putra Mahkota harus tapa
direndam dalam Mata air Sumur Jalatunda selama 40 hari 40 malam, bila lulus
dari tapa tersebut maka diperkenankan untuk menjadi Raja yang berikutnya.
Ustad Suryadi melanjutkan ceritanya, bahwa Sumur
Jalatunda bukan sembarang sumur tapi tepatnya di lokasi itu adalah sebuah Makom
atau Patilasan Isteri Prabu Siliwangi yaitu Dewi Kentringmanik Mayang Sunda,
yaitu ibunda Prabu Surawisesa.
Situs Sumur Jalatunda berada di tengah-tengah
pemukiman masyarakat mata air Sumur Jalatunda merupakan lubang sumur yang
dangkal, ukuran lubang air sekitar 2 x 1 m dengan kedalaman tidak lebih dari
1,5 m, namun sampai sekarang masih mengeluarkan air dari sela-sela susunan
balok batunya, walaupun alirannya kecil tetapi terus-menerus mengalir, konon
selama ini tidak pernah mengering sekalipun di musim kemarau.
Oleh penduduk sekitar area di sekitar sumur sekarang
telah di tembok semen untuk menjaga kebersihan mata air tersebut. Air dari
Sumur Jalatunda kemudian dialirkan melalui parit kecil ke arah timur sepanjang
lebih kurang 40 m menuju suatu bentuk kolam buatan yang dinamakan Taman Sari
Sri Bagenda. Selain itu, air dari Sumur Jalatunda juga dialirkan ke kali kecil
Cipamali.
Kini berdasarkan UU Republik Indonesia nomor 11 tahun
2010 yang dikeluarkan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor,
Situs sumur Jalatunda diresmikan sebagai salah satu Bangunan Cagar Budaya
peninggalan Kasepuhan Sunda yang dilindungi.
Dengan dinaikannya status Sumur Jalatunda menjadi
Bangunan Cagar Budaya, diharapkan banyak orang yang menjaga, melestarikan, dan
mempelajarinya lebih dalam sebagai situs bersejarah warisan budaya dari
Kerajaan Padjajaran. (Laporan wartawan Hallobogor.com, Yan Dipa Dilaga)
Lokasi Situs Sumur Jalatunda : Gang Jambekuina Sindang Barang,
Desa Pasir Eurih, Kec Taman Sari, Kab Bogor – Jawa Barat