SELASA, 23 OKT.2012 - DENMAS PRIYADI BLOG: Siapa orang yang
tak pernah mendengar tentang sosok Putu
Wijaya? Saya yakin semua pernah mendengar tentang siapa, apa dan bagaimana
kiprah seorang Putu Wijaya. Seorang dramawan yang berkibar dengan Teater .
Ditengah kebisingan iklim
yang tengah tergila-gila memprimadonakan politik dan ekonomi, seorang Putu
Wijaya tetap harus berjuang dengan suara-suaranya yang keras dan lugas dalam
menghasilkan penelaahan tentang kebudayaan. Kebudayaan tradisi dan kebudayaan
modern yang paling beliau teriakan terus menerus.
Putu Wijaya adalah seorang
budayawan asal Bali yang merasa tetap
harus menjaga kebudayaan yang ada secara turun-temurun itu tanpa harus
diartikan sebagai kampanye pariwisata untuk memikat persoalan Bali yang makin
lama semakin terdidik oleh selera turis (kebudayaan modern).
Kearifan budaya lokal
dalam seni tradisi sudah terabaikan. Oleh karena itu, Putu Wijaya ingin
menggapai seluruh kesenian lokal di seluruh Nusantara ini dengan kemampuannya sesuai
dengan peradaban yang ada, dengan kekayaan kebudayaan lokal yang sangat
dibanggakan. Semua sudah terpatri oleh zaman yang tinggal hanya esensi-esensi
yang kasat mata saja. Dimana kekayaan alam, sumber daya alam seperti; gas, minyak
bumi dan lainnya di Negara kita akan menjamin masa depan. Tapi apa yang
terjadi?
Dalam teater tradisi juga
banyak dilihat tentang cerita-cerita kebudayaan juga cerita yang lebih
berkembang lagi pada jamannya, tapi apakah hanya cerita saja yang akan dimaknainya
ataukah sekarang lebih ditujukan pada moralitas. Cerita menjadi tidak penting
tapi bagaimana pesan moral lebih dikedepankan dari setiap pesan dalam berbagai
bidang kesenian. Itu dapat menjadikan kita sebagai bangsa yang lebih santun,
sopan bertutur, berjalan, dalam mengambil sikap besar untuk kemajuan bangsa ini
secara makro.
Ketika konsep mulai
menglobal dan orang mulai menjaring jala-jala kemordenisasian apakah masih ada perlunya
kita bicara tentang tradisi! Bukankah manusia hanya menjadi manusia dunia di alam
global ini. Pertanyaan yang membuat kita semua memulai bahkan harus mengambil
sikap lebih bijak tentang akan dikemanakan tradisi/kebudayaan kita esok.
Pada tujuan pendidikan
jelas termaktub bahwa, pendidikan Indonesia adalah pendidikan yang cerdas dan
kompetitif yang merupakan hak semua warga / masyarakat Indonesia seluruhnya. Menurut peryataan ini ada sebuah
kecenderungan yang nantinya akan lebih menimbulkan kecemburuan yang sangat
besar terhadap masyarakat itu sendiri. Pada saat anak-anak kita sudah masuk
kedunia global dan terdidik dengan kecerdasan yang kompetitif secara
keseluruhan berikut doktrin-doktrin yang diterimanya, tapi mereka tidak
berjalan berdampingan dengan orang yang tidak mendapatkan perlakuan yang demikian
itu yang membuat masyarakat kita cemburu bahkan lebih dari itu saling curiga
dan bisa saling menyakiti. Oleh karenanya kecerdasan yang dibutuhkan harus
lengkap disamping kemampuan otak, maka perlu juga untuk mengisi bathin mereka
agar nantinya mereka pun dapat menjaga atau menemukan nilai-nilai kebudayaan. Berkait dengan itu, seyogyanyalah kearifan budaya
lokal tetap selalu menjadi akar budaya kita yang wajib dipelihara serta
diwarisi dari kita oleh kita dan untuk kita , bangsa Indonesia. Salam Budaya.
)* Putu Wijaya adalah
Penerima penghargaan dari Akademi Jakarta 2009, Gedung Graha Bakti, Taman
Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Senin, 21 Desember 2009.
(
Joko Novarianto, S.Sn )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar