PRLM | Minggu, 06/01/2013 - 12:53
RETNO HERIYANTO/"PRLM"
TIGA penari menampilkan tari doger di pusat perbelanjaan.*
BANDUNG, (PRLM).- Eksklusivitas karya seni bukan dinilai dari tinggi rendahnya nominal yang dikeluarkan untuk membiayai produksi. Bukan pula ruang mewah gemerlap yang dijadikan tempat mepegelarkan ataupun memajang karya. Tapi sejauhmana karya seni tersebut memiliki nilai estetika dan keindahan yang memberikan kepuasan bagi siapa saja yang menikmatinya. Dengan kata lain, karya seni dikatakan memiliki nilai eksklusif seni bila menumbuhkan perasaan seni pada penonton, dan penikmatnya merasa terhibur.
Hal ini dipertontonkan anak-anak dari Sanggar Seni Tari Kalang Kamuning saat mementaskan tiga tarian garapan Mas Nanu Muda S.Sen. M.Hum, di pusat perbelanjaan Bandung Indah Plaza (BIP) Jalan Merdeka Bandung. Suguhan tarian “Doger Kontrak”, “Rengkak Mojang” dan “Brudak Urban Pong”, yang berpijak dari tradisi menjadi tontonan tidak biasa bagi pengunjung pusat perbelanjaan.
“Kesenian modern tidak selalu memberikan bersifat eksklusif dan menjadi tontonan yang hibur, kalau kemasannya tidak memiliki estetik. Ada banyak kesenian tradisional yang dapat dijadikan acuan ataupun pijakan dalam mencipta karya seni baru dan menjadi sesuatu yang memiliki nilai lebih,” ujar Mas Nanu.
Semisal gerakan pukul dan tendangan serta mincid pada tarian “Rengkak Mojang” yang diambil dari jurus silat Cimande dan Cikalong. Meski tampak gemulai dibawakan tiga penari wanita, tetap saja masih tampak bertenaga dalam gerakannya. Sementara “Doger Kontrak” yang berceritakan tentang godaan nyi ronggeng terhadap mandor kontrak perkebunan menggambarkan kecerian para penarinya. Pukulan kendang yang sangat dominan mengiringi gerakan lincah para ronggeng berpakaian apok (baju tanpa lengan) kuning keemasan, kebaya kembang ungu dan berkacamata hitam.
Sepintas gerakan tariannya tidak ubahnya tari Jaipongan karya maestro tari Gugum Gumbira Tirasonjaya, tapi setelah ditilik lebih seksama, baik “Doger Kontrak” maupun “Rengkak Mojang”, gerakannya lebih menonjolkan sisi kewanitaan. Baik gerakan lemah gemulai, maupun ekspresi keceriaan, centil dan genit serta menggoda.
“Bila melihat visual langsung ditambah waditra pengirinya sudah dapat ditebak kalau tarian merupakan tarian tradisi. Tapi bila mencermati gerakan tari dengan seksama ada gerakan-gerakan yang tidak jauh berbeda dengan tarian kekinian,” ujar Laras (23) mahasiswa teknik desain ITB, mengomentari tarian “Doger Kontrak” yang menurutnya sangat kaya variasi gerakan tubuh dan tidak semua orang mampu melakukannya.
Variasi gerakan tubuh yang menjadi sebuah tontonan itulah yang menurut Laras sisi eksklusifitas dari karya seni tari. Hal ini pula menunjukan kalau karya seni yang berakar dari tradisi tidak kalah dengan seni modern. (A-87/A-147)***
Kita memang harus apresiatif terhadap budaya sendiri terutama kesenian tradisional. Jika kita olah, kita ramu dengan inovasi dan kreatifitas tinggi tentu hasilnya akan lebih maksimal sebagaimana yang ditampilkan oleh para penari dalam gambar di atas. Gerakannya nampak lemah gemulai akan tetapi penuh dinamika laksana riak-riak ombak di laut lepas yang terkadang keras bagai gelombang.
BalasHapus