Siswa berlatih tangg nada diatonis |
Semua bangsa dan setiap Negara di dunia masing-masing pasti memiliki lagu kebangsaan. Lagu Indonesia Raya merupakan lagu kebangsaan bangsa Indonesia adalah salah satu karya cipta musik, musik adalah bagian dari kebudayaan manusia yang paling tua dalam peradaban manusia.
Ada lagu atau karya musik yang dikenal penciptanya dan ada pula komposisi musik dan lagu yang tidak dikenal siapa penciptanya. Bentuk ciptaan musik atau lagu yang tidak diketahui siapa nama penciptanya disebut anonym. Bentuk ciptaan musik dan lagu yang tidak diketahui penciptanya biasanya terdapat pada lagu-lagu dan musik tradisional daerah yang secara turun temurun berkembang dan dinyanyikan oleh rakyat daerah tersebut.
Nah, sekarang siapakah nama pencipta lagu Indonesia Raya? Pasti kamu sudah mengetahuinya, bukan? Ya, dia adalah Wage Rudolf Supratman. Wage Rudolf Supratman mencipta lagu Indonesia Raya ini dengan menggunakan susunan nada diatonic. Kata diatonic berasal dari bahasa latin, diatonicus yang bermakna susunan nada-nada berjumlah tujuh jenis bunyi nada yaitu, do, re, mi, fa, so, la, si.
Secara historis bahasa Latin adalah salah satu bahasa Eropa yang terbukti sudah cukup tua. Orang Eropa memperlakukan bahasa Latin sama seperti orang Indonesia memperlakukan bahasa Sansekerta. Oleh karena kata diatonic berasal dari Eropa, sudah barang tentu aturan nada-nada diatonic ini juga berasal dari Eropa. Akan tetapi sebelum kita mengenal nada diatonic, nenek moyang kita terlebih dahulu sudah mengenal aturan nada yang terdiri dari lima jenis bunyi nada. Sebut saja nada pentatonic, yang juga berasal dari bahasa latin, pentetonicus.
Siapakah orang pertama yang menemukan aturan nada diatonic? Bukan lain adalah seorang pastor Katolik dari mazhab Benediktus bernama “Guido Aretenius d’Arezzo”. Dia juga berprofesi sebagai guru. Guido Aretenus d’Arezzo dilahirkan di Prancis abad ke Sembilan dan menetap di Italia sampai akhir hayatnya.
Boleh dikatakan jasa Guido dalam menemukan aturan nada diatonic ini sangat besar dalam perkembangan musik dunia, dan orang biasa menyebut aturan nada diatonic ini berasal dari namanya yaitu aturan Guidonis atau skala Guidonis.
Susunan nada diatonic seruan nadanya berasal dari deretan kata-kata pujaan kepada Sancta Loannis, murid termuda Yesus Kristus yang berisi permohonan kepadanya, agar suara para penyanyi yang menembangkan lagu-lagu pujian kepada Tuhan selalu tetap bagus dan merdu.
Adapun susunan kata-kata pujaan tersebut adalah sebagai berikut,
UT QUEANT LAXIS
RENONARE FIBRIS
MIRA QUESTORUM
FAMULI TUORUM
SOLVE POLLUTI
LABII REATURN
SANCTA LOANNIS
Nah, apabila kita baca dari atas deretan awal kata-kata di atas maka akan berbunyi Ut, re, mi, fa, sol, la, si. Bunyi nada si adalah singkatan huruf besar Sancta dan Loannis. Timbul pertanyaan, kemudian dari manakah asal kata bunyi nada do yang biasa kita suarakan dalam tangga nada karena seharusnya dinyanyikan dengan bunyi Ut? Ya, benar sekali! Nada Do yang kita pakai sekarang adalah baru, diambil dari kata Dominus (Tuhan), sebagai pengganti Ut sehungga susunan ke tujuh nada-nada tersebut kita nyanyikan dengan nama Do, re, mi, fa, sol, la, si.
Dengan susunan tujuh nada sebagaimana tersebut di atas maka terciptalah berjuta-juta bentuk ciptaan musik dan lagu sebagaimana yang sudah kita nikmati bersama dengan apresiasi dan kreasi yang berbeda-beda. (Referensi: Analisis Musik Indonesia/Amir Pasaribu, Menuju Apresiasi Musik/Remy Silado)
Minggu, 13 Maret 2011
Slamet Priyadi di Lido-Bogor
Boleh dikatakan jasa Guido dalam menemukan aturan nada diatonic ini sangat besar dalam perkembangan musik dunia, dan orang biasa menyebut aturan nada diatonic ini berasal dari namanya yaitu "aturan Guidonis" atau "skala Guidonis".
BalasHapusDengan susunan tangga nada diatonis,tujuh nada sebagaimana tersebut di atas, maka terciptalah berjuta-juta bentuk ciptaan musik dan lagu sebagaimana yang sudah kita nikmati bersama melalui sikap apresiatif dan prilaku kreatif dari para kreator seni musik.
BalasHapus